Diambang Pro dan Kontra, Ada Apa dengan Cryptocurrency?
- Detail
- Ditulis oleh Sony
- Kategori: Berita
- Dilihat: 15850
Cryptocurrency menjadi fenomena yang menarik banyak perhatian belakangan ini. Pertumbuhannya yang pesat disertai dengan berbagai isu di dalamnya telah menjadi topik yang menarik untuk didiskusikan. sebagai suatu wadah yang menaungi diskusi dan sharing antara akademisi dan praktisi akuntansi. Pusat Kajian Akuntansi dan Regulasi (PAKAR) di bawah Laboratorium Akuntansi Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM) pada Jumat (03/12/2021) menyelenggarakan webinar bertajuk "Ada Apa Dengan Cryptocurrency?". Webinar tersebut bertujuan untuk membuka dan menambah wawasan mahasiswa, akademisi, dan praktisi akuntansi pada khususnya, serta masyarakat luas mengenai isu-isu mengenai cryptocurrency. Diskusi isu-isu terkait dengan cryptocurrency, baik dari urgensinya maupun pandangan dari prespektif umum dan syariah. Webinar ini dimoderatori oleh Dosen FEB UGM, Dr. Aprilia Beta Suandi, S.E., M.Ec. dan menghadirkan narasumber yaitu Prof. Dian Masyita, Ph.D., Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Islam Internasional Indonesia.
Dekan FEB UGM Prof. Dr. Didi Achjari, M.Com., Ak., CA. memberi sambutan pembuka untuk memulai acara. "Saya ucapkan terimakasih kepada kawan-kawan Laboratorium Akuntansi, hari ini kita akan belajar bersama mengenai cryptocurrency yang menarik banyak perhatian akhir-akhir ini, semoga lancar dan menambah wawasan seputar cryptocurrency", kata Prof. Didi.
Acara setelah sambutan adalah pemaparan dari Prof. Dian Masyita mengenai topik cryptocurrency. Prof. Dian mengatakan bahwa kondisi lingkungan saat ini cenderung memiliki ketidakstabilan tinggi (volatile), dipenuhi oleh ketidakpastian (Uncertaint). Penyebab hal tersebut adalah faktor yang sangat bervariasi, memiliki kompleksitas (complexity) serta ketidakjelasan yang tinggi (Ambiguous).
"Dunia berubah, teknologi berubah, kehidupan jadi berubah juga, orang-orang berprilaku berubah mengikuti perubahan yang terjadi sadar atau tidak sadar. Gaya hidup terpengaruh, pemahaman terhadap instrumen ekonomi dan keuangan pun berkembang mengikuti dinamika perubahan yang tak terelakkan", kata Prof. Dian.
Prof. Dian menjelaskan bahwa Bank Indonesia sebagai otoritas sistem pembayaran, melarang seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran dan penyelenggara Teknologi Finansial di Indonesia baik bank dan lembaga selain bank untuk memproses transaksi pembayaran dengan virtual currency. Menurutnya, hal ini diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 7 tahun 2020.
"Mata uang Kripto (Cryptocurrency) yang kita ketahui saat ini bukan sebagai alat pembayaran yang sah di Wilayah NKRI, namun sebagai aset Kripto yang dapat diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto.", jelasnya.
Kemudian yang sering menjadi pertanyaan apakah crypto assets dapat dikatakan sebagai economic assets. Menurut Prof. Dian, Crypto assets dapat tergolong sebagai economic assets, sebab Aset Crypto memiliki nilai moneter sehingga si pemilik Crypto bisa untung dan bisa rugi. Namun, Crypto tidak dapat dikatakan sebagai financial asset.
"Kriteria sebagai financial asset tidak dimiliki oleh Aset Crypto seperti no counterpart liability, suatu mata uang harus dikeluarkan oleh bank sentral dan memiliki legal tender dalam suatu negara.", terangnya.
Cryptocurrency sendiri menurut Prof. Dian memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya, semua informasi tentang transaksi dapat diketahui, namun tidak ada akses informasi mengenai penerima atau pengirim koin, tidak seorang pun dapat menarik crypto kecuali pemiliknya, dan sistem terjamin integritasnya karena koin tidak dapat dipalsukan atau disalin, serta pembayaran yang dilakukan dalam sistem tidak dapat dibatalkan. Sedangkan kelemahannya adalah volatilitas harga yang luar biasa, sering menjadi target dari kejahatan teknologi, dan potensi untuk melakukan Money Laundering karena sifat anonimitasnya.
Dalam perspektif islam, Prof. Dian mengatakan beberapa pendapat mengenai Cryptocurrency tidak shariah compliance dan ada pendapat yang memperbolehkan. Pendapat yang melarang adalah karena Cryptocurrency tidak memiliki landasan hukum beroperasi, dan tidak ada otoritas yang mengatur dan mendukung. Menurut sebagian akademisi Islam yang setuju, semua bisa disebut uang karena dianggap sebagai barang bernilai bagi masyarakat sekitarnya dan diterima sebagai alat tukar bagi sekelompok masyarakat tertentu.
Namun, diantara Pro dan Kontra mengenai Cryptocurrency, ternyata cukup banyak investor yang berinvestasi di Crypto. "6,5 juta orang telah menjadi investor aset kripto sampai Mei 2021 dengan nilai transaksi Rp 370,4 triliun. Melebihi jumlah investor di pasar modal yang Mei 2021 baru berjumlah 5,37 juta", kata Prof. Dian.
"At the of the day, the winner-nya adalah mata uang digital yang kuat yaitu mata uang yang dimiliki oleh negara yang kuat atau yang memiliki global economic network yang kuat. The winning (digital) assets adalah aset yang kuat menyimpan nilai, yang terbaik keamanannya, yang paling diterima oleh masyarakat, terbaik ekosistemnya, paling stabil, terbaik layanannya dan membawa kebaikan baik dirasakan oleh pemilik maupun orang disekitarnya (social value)”, tutupnya.
Reportase: Sony Budiarso
Webinar video: https://youtu.be/XmEaJCu4B8w