Realisme Kritis: Sebuah Alternatif antara Paradigma Mainstream dan Non-mainstream
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 5716
Laboratorium Akuntansi, Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM bersama dengan Program Studi Magister Sains dan Doktor (MD) FEB UGM menyelenggarakan Seri Webinar dengan tema "Filsafat dan Pendekatan Penelitian Akuntansi dan Bisnis". Pengenalan dan pemahaman terhadap filsafat serta pendekatan riset yang penting bagi peneliti dalam melakukan penelitian menjadi esensi dari seri tersebut. Seri Webinar ini terdiri dari 7 rangkaian sesi diskusi dengan 7 topik yang berbeda di tiap sesinya yang telah dilaksanakan mulai dari 9 April 2021. Pada Jumat (4/06) rangkaian terakhir Seri Webinar ini pun berhasil dilangsungkan dengan membawakan topik bahasan paradigma realisme kritis (critical realism).
Pada rangkaian terakhir yang menutup seri webinar ini, Vogy Gautama Buanaputra, M.Sc., Ph.D., AFHEA., hadir kembali untuk menjadi pembicara setelah pernah juga menjadi pembicara di rangkaian pertama. Vogy memulai sesi diskusi materi dengan mengulas kembali paradigma-paradigma yang pernah diterangkan di rangkaian sebelumnya. Hal ini dilakukan karena paradigma realisme kritis masih berhubungan dengan paradigma-paradigma sebelumnya. “Saran saya pendalaman realisme kritis ini sangat memerlukan pemahaman terhadap paradigma lain,” ujar Vogy.
Paradigma realisme kritis pertama kali didengungkan oleh seorang filsuf dari Inggris, Roy Bhaskar, dan hadir sebagai alternatif “peperangan” antara paradigma mainstream yang diwakilkan positivisme dan non-mainstream yang cenderung diwakilkan pascastrukturalisme. Menurut paradigma ini, suatu realitas berada secara independen dari agen sosial dan terdapat elemen objektivisme. Poin tersebut menyerupai realitas yang dipercayai paradigma positivisme. Sedangkan, epistemologi dari paradigma kritis menyatakan bahwa perilaku manusia adalah akibat dari mekanisme generatif (riil). Mekanisme generatif keberadaannya sudah mendahului interaksi manusia dan pada epistemologi ini masuk elemen-elemen dari paradigma pascastrukturalisme.
Selain itu, ontologi dari realisme kritis ini bersifat terstratifikasi terdiri atas 3 tingkatan yaitu riil (mekanisme generatif), aktual (peristiwa), dan empiris (dapat diobservasi). Pada tingkat riil dapat memberikan efek yang berujung pada suatu kejadian di tingkat kedua (aktual) dan kemudian dapat kita rasakan di tingkat ketiga (empiris). Vogy juga membahas mengenai konsekuensi paradigma realisme kritis terhadap pendekatan riset. Menurutnya, realisme kritis terbuka pada berbagai macam metodologi akibat adanya elemen relativisme dalam memahami suatu realitas asalkan dengan satu tujuan yang berkaitan dengan mekanisme generatif.
Selanjutnya, dalam paradigma ini, kita mengenal yang disebut dengan struktur dan agen. Vogy menjelaskan adanya dualisme analisis yaitu analisis terpisah antara struktur dan agen. Objek ilmu sosial bersifat relasional dan relasi tersebut ada yang bersifat substansial dan formal. Relasi yang bersifat substansial terdiri dari relasi internal dan relasi eksternal. Relasi internal tersebut lah yang disebut struktur sosial dan agen perannya menempati posisi-posisi pada struktur. Posisi memberikan agen insentif atau kepentingan untuk bertindak yang terkondisikan oleh struktur sosial.
Beberapa penelitian yang menggunakan paradigma realisme kritis juga dijabarkan oleh Vogy pada diskusi ini, diantaranya adalah penelitian oleh Ackroyd dan Fleetwood pada tahun 2000. Penelitian tersebut mencoba menggali struktur kausal yang mendasari aktivitas organisasional dan profesional, misalnya kepentingan pemegang saham. Selain itu, terdapat juga penelitian oleh Ahmed dan Uddin pada tahun 2018 yang menginvestigasi mekanisme generatif dan mengkondisikan praktik tata kelola korporat di sebuah perusahaan di Bangladesh. Akhir acara, moderator menyimpulkan bahwa pendekatan atau paradigma realisme kritis ini sebenarnya tujuannya membantu peneliti menggali dan mengidentifikasi sesuatu yang tidak bisa dilihat secara kasat mata.
Reportase: Kirana Lalita Pristy/Sony Budiarso.