90% angkatan kerja di Indonesia belum pernah mengikuti pelatihan bersertifikat
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2693
MD Research Forum (MD REFO) merupakan webinar yang bertujuan untuk pengembangan keilmuan dan diselenggarakan secara periodik dengan menghadirkan dosen-dosen di FEB UGM sebagai narasumber. Pada Selasa (14/12) MD REFO yang ke-2 berhasil diselenggarakan dengan mengangkat topik "Kartu Prakerja dan Aksiologi Ilmu Ekonomi" serta menghadirkan Denni Puspa Purbasari, M.Sc., Ph.D. selaku Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEB UGM sekaligus Direktur Eksekutif PMO Kartu Prakerja sebagai pembicara. Dengan menghadirkan pembicara yang berprofesi sebagai akademisi dan praktisi, diharapkan dapat menjelaskan topik secara lebih luas melalui dua sudut pandang, yaitu dari segi teori dan implementasinya.
Mengawali kesempatan diskusi ilmiah ini, Denni menjelaskan mengenai aksiologi ilmu ekonomi terkait kegunaan ilmu pengetahuan tersebut bagi kehidupan manusia yang harus mampu mengatasi masalah ekonomi masyarakat dan memahami suatu fenomena. Aksiologi ilmu ekonomi juga mengandung nilai-nilai yang jika dihubungkan dengan perumusan kebijakan, maka tentu berdasarkan teori tersebut pasti akan selalu ada timbulnya pro dan kontra. Hal ini kemudian dikaitkan ke bahasan selanjutnya, yaitu mengenai peran beliau dalam Program Kartu Prakerja.
Selanjutnya, Denni membahas tantangan-tantangan ketenagakerjaan di Indonesia. Walaupun dari tahun ke tahun tiap lembaga Kementerian telah diberi anggaran untuk mengadakan pendidikan dan pelatihan vokasi, tetapi data menunjukan bahwa 90% angkatan kerja di Indonesia belum pernah mengikuti pelatihan bersertifikat. Berdasarkan Studi Persepsi Bank Dunia (2016), alasan utama para pekerja tidak mengikuti pelatihan adalah tidak tersedianya pelatihan yang sesuai. Terlebih lagi, kehadiran Pandemi Covid-19 memberi dampak besar terhadap Ketenagakerjaan. Berdasarkan data BPJS, sebanyak 29,12 Juta penduduk usia kerja terdampak dan 2,56 jutanya berhenti bekerja.
Atas dasar permasalahan masyarakat yang tidak punya pendapatan dan kehilangan pekerjaan di awal masa pandemi, maka Program Kartu Prakerja dijadikan solusi semi-bantuan sosial yang terdiri dari dua elemen, yaitu pelatihan dan insentif. Yang membedakan Kartu Prakerja dengan program pelatihan lain adalah skema Kartu Prakerja memberikan kewenangan/otoritas kepada penerima untuk bisa bebas memilih dan membeli pelatihan sesuai kebutuhan masing-masing. Selain itu, program ini juga melakukan skema kemitraan dengan platform e-commerce seperti Tokopedia dan Bukalapak untuk tujuan efisiensi dan kemudahan mengakses pelatihan.
Program Kartu Prakerja punya dua misi, yaitu misi perlindungan sosial dan misi pemberdayaan. Sebagai bagian dari Program Perlindungan Sosial, Prakerja tidak sekadar memberi ikan, namun juga kail. Program ini juga dapat disebut cash plus karena tidak hanya memberikan uang tunai, tetapi juga pengembangan human capital. Jenis pelatihan yang ditawarkan Prakerja di antaranya teknologi informasi, penjualan dan pemasaran, bahasa, keuangan, dan masih banyak lagi. Tak hanya itu saja, program ini juga menyediakan informasi lowongan pekerjaan yang bersesuaian dengan pelatihan yang sudah diselesaikan peserta.
Di akhir diskusi, Denni memaparkan hasil dan dampak pelaksanaan Program Kartu Prakerja selama satu tahun dari 2020-2021. Totalnya secara inklusif telah ada sebanyak 11,4 juta orang penerima program di 514 kabupaten/kota. Menurut hasil studi evaluasi dampak oleh J-PAL SEA, terdapat 18% peningkatan peluang bagi penerima program untuk memulai pekerjaan baru dan juga 30% peningkatan peluang untuk memiliki usaha sendiri dibandingkan non-penerima. Faktor yang menyebabkan program ini berhasil adalah Prakerja memudahkan (dari segi proses mendaftar, mencari informasi, dan menerima uang) dan juga memberi pilihan (bebas memilih pelatihan, platform digital, dan metode pembayaran) bagi para penerima.
Reportase: Kirana Lalita Pristy/Sony Budiarso.