Urgensi Membangun Platform Investasi Global untuk Proyek Pembangunan Perkotaan
- Detail
- Ditulis oleh Kirana
- Kategori: Berita
- Dilihat: 1309
Lebih dari separuh penduduk dunia tinggal di pusat-pusat perkotaan dan jumlahnya terus meningkat. Kota adalah penyedia lapangan kerja yang penting. Urgensi untuk mengembangkan kota yang hijau, inklusif, berkelanjutan, dan tangguh semakin meningkat. Jika kita tidak melakukannya, kerusakan akan merugikan kita di masa depan. Berkaitan hal tersebut, Task Force 8 (Task Force terkait infrastruktur di T20, G20 Indonesia 2022) bersama Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis (P2EB) Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM menyelenggarakan seminar bertemakan "Expert Panel Dialogue for Urban Infrastructure Agenda in G20: The Need to Establish a Global Investment Platform for Urban Development Projects" pada Kamis (11/08).
Think20 (T20) adalah grup keterlibatan resmi G20 yang menyatukan lembaga wadah berpikir dan pusat penelitian terkemuka di seluruh dunia. Task Force 8 dari T20 saat ini sedang mempersiapkan proposal kepada anggota G20 dalam membangun platform investasi global untuk memberikan pendekatan yang lebih holistik terkait pembangunan perkotaan. Platform investasi global diharapkan dapat membantu perencanaan kota terpadu, menyediakan akses publik ke informasi berbasis lokasi yang kredibel, meningkatkan anggaran kota dan kelayakan kredit kota, dan mengidentifikasi prioritas investasi perkotaan.
Acara seminar diawali dengan sambutan pembukaan mengenai pengantar topik yang relevan terkait rekomendasi T20 oleh Prof. Danang Parikesit, selaku Lead Co-Chair Task Force 8 T20. Selanjutnya, terdapat keynote speech oleh Bambang Susantono selaku Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) yang membahas seputar permasalahan urban akibat Covid-19, risiko pemulihan ekonomi yang memunculkan jurang antara wilayah makmur dan tertinggal, dan pendekatan terhadap pemulihan ekonomi yang dapat dilakukan. Tak hanya itu, ia juga membahas seputar pembangunan IKN yang menuju kota yang berkelanjutan dan tangguh. Selain Bambang Susantono, terdapat juga keynote speech oleh Anies Rasyid Baswedan, selaku Gubernur DKI Jakarta, yang disampaikan oleh Benni Aguscandra, selaku Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Jakarta.
Acara berlanjut ke sesi diskusi panel dengan enam pakar dan praktisi terkemuka di bidangnya sebagai pembicara yang dimoderatori oleh Dr. Fauziah Zen, ekonom senior dari Economic Research for ASEAN and East Asia (ERIA). Pembicara pertama adalah Nicolas Buchoud yang merupakan Presiden Cercle Grand Paris de L'Investissement Durable. Nicolas memberi penjelasan tentang isu perkotaan relevan dengan urbanisasi yang cepat dan kaitannya dengan konsep keberlanjutan serta mengenai isu regenerasi pembangunan perkotaan dan juga ibu kota baru akan dibahas dalam agenda G20 dan relevansinya dengan tiga pilar utama G20, yaitu terutama transisi energi, arsitektur kesehatan global, dan transformasi digital.
Selanjutnya adalah giliran Prof. John Black dari School of Civil and Environmental Engineering, University of New South Wales, Australia, yang mendiskusikan tentang pandangannya terhadap strategi para pemimpin G20 untuk memastikan kota-kota berkelanjutan dan berkontribusi pada tiga pilar G20 dan juga pada SDGs. Menurutnya, terdapat beberapa tindakan yang dapat dilakukan diantaranya memunculkan kolaborasi internasional untuk membentuk UN "Sustainable Cities Panel" terkait pendanaan, kemudian tiap negara dapat membentuk Komisi Kota Berkelanjutan Nasional untuk memantau kemajuan nasional pada hasil kebijakan berbasis bukti, dan setiap kota membentuk Komisi Berkelanjutan Perkotaan untuk memantau kemajuan kota atas target pilar SDG dan G20.
Pada sesinya, Raj Kannan selaku Executive Director Deloitte Consulting Indonesia, sebagai pembicara ketiga membahas mengenai konsep smart city yang sangat populer saat ini terkait persyaratan penting bagi pemimpin kota untuk menerapkan konsep tersebut. Selain itu, ia juga membagi pendapatnya atas bagaimana ia melihat peran teknologi digital untuk membentuk kota dan kawasan perkotaan menjadi lebih hijau dan adaptif terhadap perubahan iklim. Di akhir ia menyimpulkan bahwa sangat penting untuk memiliki tujuan yang jelas tentang elemen smart city mana yang ingin dicapai sebelum perencana kota mencari ahli dan teknologi yang sesuai.
Sebagai pembicara keempat, Wang Wei selaku Direktur Perencanaan Induk dan Urbanisme, Ramboll Singapura, berdasarkan pandangan dan pengalamannya berbicara tentang tantangan utama yang dihadapi oleh pemerintah kota dan negara ketika mereka memutuskan untuk menerapkan peremajaan, pembangunan, dan pengembangan kota baru dan bagaimana mereka dapat mengurangi tantangan tersebut. Kemudian, ia mengelaborasikan tentang praktik pengembangan urban dengan prinsip 3R, yaitu restorative dengan memfasilitasi kesehatan dan kesejahteraan, lalu resilience berarti mampu memulihkan serta mempersiapkan guncangan di masa depan, dan regenerative dengan lebih mementingkan isu lingkungan.
Sesi diskusi panel berlanjut kepada pembicara kelima, yaitu Edwin Syahruzad selaku Presiden Direktur PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Berbicara tentang pembiayaan yang merupakan salah satu tantangan terbesar, menurutnya hal tersebut adalah proses kompleks melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan sektor publik saja tidak dapat memenuhi permintaan sehingga dibutuhkan partisipasi sektor swasta. Edwin memberikan beberapa saran pembiayaan terbaik untuk mewujudkan kemitraan antara sektor publik dan swasta salah satunya dengan menciptakan skema pembiayaan unik berdasarkan kapasitas pemerintah daerah, kelembagaan, dan pemangku kepentingan. Selain itu, ia juga membahas terkait platform investasi global untuk pembangunan perkotaan dan secara optimis berpendapat bahwa prospeknya baik selama terdapat prinsip umum untuk diterapkan.
Djoko Santoso, Chief Operating Officer (COO) PT Margautama Nusantara, menjadi pembicara yang terakhir pada sesi diskusi panel. Djoko berbagi perspektif dari sisi investor membicarakan tentang bagaimana pemerintah kota harus menawarkan proyek infrastruktur yang menarik bagi investor swasta. Menurutnya, terdapat tiga pertimbangan utama untuk partisipasi proyek swasta, yaitu kelayakan teknis, kelayakan komersial, dan kerangka hukum yang dapat diterima sepanjang proses dan struktur pengadaan. Selain itu, ia juga membahas tentang tantangan eskalasi ke penawar internasional dan seputar pembiayaan ibu kota baru.
Reportase: Kirana Lalita Pristy.