Industri Start Up Dianggap Sebagai Pasar yang Tumbuh dan Masih Diminati Oleh Investor
- Detail
- Ditulis oleh Adella
- Kategori: Berita
- Dilihat: 1445
Rabu (9/8), Keluarga Alumni Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (KAFEGAMA) bersama PT Pupuk Kaltim menyelenggarakan seminar yang menjadi salah satu rangkaian dari acara Pupuk Kaltim – Gadjah Mada Business Case Competition (PKT-GAMA BCC). Acara ini diselenggarakan melalui platform Zoom Meetings dengan tema "Investor Venture Capital Masih Memiliki Ketertarikan untuk Berinvestasi pada Start Up". Pada kesempatan kali ini, narasumber yang hadir adalah Eddiwan Danusaputro, Direktur Utama PT BNI Modal Ventura.
Eddi membuka presentasinya dengan menjelaskan perbedaan antara private equity dan venture capital. Private equity cenderung menyasar perusahaan yang sudah mapan. Jumlah persentase sahamnya juga lebih besar, yakni mencapai lebih dari 50%. Sementara itu, venture capital berinvestasi kepada perusahaan rintisan (start up) dan umumnya memiliki persentase saham yang kecil, yakni hanya 5-20%. Venture capital melihat beberapa metrik spesifik dalam setiap tahap pendanaan, yakni tim founder, potensi pasar, konsep bisnis, persaingan pasar, traction, dan strategic fit. Di tahap early stage, tim founder sangatlah penting untuk dipertimbangkan. Sementara di tahap growth stage, traction adalah hal yang esensial untuk dilihat.
Dalam upaya mencari pembiayaan, tidak mudah bagi start up untuk meminjam modal ke bank. Hal ini karena untuk mendapatkan pinjaman di bank, start up harus memberikan jaminan, Sementara itu, start up sebagai perusahaan rintisan cenderung belum mampu menyediakannya. Start up juga dianggap belum mampu menghasilkan profit dengan maksimal sehingga pengajuan pinjaman besar kemungkinan akan ditolak oleh bank. Sebagai solusinya, start up dapat melakukan penerbitan saham baru. Meskipun nantinya membuat kepemilikan saham pendiri start up berkurang, langkah ini memungkinkan terjadinya kenaikan valuasi perusahaan. "Itulah yang dilakukan venture capital: tidak menyediakan kredit, tetapi membeli saham mereka (start up)," ujar Eddi.
Indonesia menempati peringkat keenam negara dengan jumlah start up terbanyak di dunia. Meskipun mengalami penurunan, Indonesia masih diminati oleh investor karena dianggap sebagai pasar yang tumbuh. Pendanaan start up secara global mengalami tren penurunan suku bunga dengan kondisi ekonomi global yang tidak menentu. Hingga Q2 2022, tren pendanaan masih meningkat dan mulai mengalami penurunan di Q3 hingga akhir tahun 2022. Kondisi ini membuktikan bahwa ekonomi global memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap industri start up di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Kabar baiknya adalah para investor melihat bahwa industri ini masih cukup baik dan dengan appetite yang diperketat.
Tahapan investasi terhadap start up yang pertama adalah angel investors. Di tahap ini, dikenal istilah 3F (friends, family, and fools), sebuah metode pembiayaan dengan cara mendapatkan pinjaman dari anggota keluarga, teman, atau kenalan. Setelah start up mengalami perkembangan, seperti adanya indikasi traction dan peningkatan pendapatan, levelnya menjadi series A, B, dan C yang targetnya adalah venture capital. Adapun tahap tertinggi adalah IPO dan akuisisi dengan target private equity dan konglomerat. Kemudian, Eddi menegaskan bahwa model bisnis yang tepat dapat menjadi salah satu faktor kunci keberhasilan start up.
Langkah pertama dalam menginisiasi start up adalah mendefinisikan masalah apa yang sedang dihadapi. Langkah selanjutnya yakni memberikan solusi untuk menjawab permasalahan tersebut. Tahap ketiga ialah menentukan tim beserta komposisi peran masing-masing. Sebuah start up perlu mencari investor yang tepat untuk menjalankan usahanya. Hal yang tidak kalah penting untuk dilakukan yakni mencermati pasar dan pesaing bisnis sehingga dapat mengidentifikasi strategi yang tepat. Dalam mengembangkan start up, menjalin hubungan dan berjejaring dengan sesama mitra bisnis juga penting untuk terus dilakukan.
Dewasa ini, start up menghadapi berbagai permasalahan yang nyata. Tantangan persaingan adalah salah satu permasalahan yang kerap dijumpai. Perusahaan baru dengan inovasi baru yang menarik memungkinkan perusahaan lama menjadi tidak stabil. Eddiwan memberikan contoh bagaimana Gojek mendisrupsi bisnis layanan transportasi di Indonesia. Selain itu, teknologi juga memegang peranan penting. Kehadirannya dapat memicu perubahan perilaku konsumen sekaligus mengancam keamanan privasi. "Start up mengalami seleksi alam, siapa yang kuat akan bertahan," tutur Eddiwan seraya menyimpulkan pembahasan.
Reportase: Adella Wahyu Pradita
Lihat video selengkapnya https://www.youtube.com/watch?v=-_O5XvfpvIk