FEB UGM dan ANU Indonesia Project Gelar Forum Kebijakan Publik Mubyarto Diskusikan Pembangunan Nasional
- Detail
- Ditulis oleh Najwah
- Kategori: Berita
- Dilihat: 414
Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM bekerja sama dengan Australia National University (ANU) Indonesia Project menggelar Forum Kebijakan Publik Mubyarto pada Selasa (06/08/2024). Forum ini diadakan secara hybrid melalui Zoom Meeting dan luring di Auditorium Pusat Pembelajaran FEB UGM.
Forum Kebijakan Publik Mubyarto merupakan sebuah forum yang diadakan untuk menghormati Prof. Mubyarto, seorang ekonom terkemuka di Universitas Gadjah Mada dan salah satu intelektual paling berpengaruh di Indonesia dalam isu pembangunan pedesaan tahun 1960-an dan 1990-an. Forum Kebijakan Publik Mubyarto 2024 mengangkat tema "How to Build a Diverse Nation: Lessons From the Indonesian Experience" dan mengundang Prof. Samuel Bazzi dari University of California San Diego sebagai pembicara kunci.
Samuel Bazzi dalam kesempatan tersebut membahas praktik baik pembangunan di Indonesia. Indonesia merupakan bangsa yang penuh keragaman sosial dan budaya menjadikan keragaman tersebut sebagai modal dalam pembangunan. Dalam paparannya ia menyinggung tentang sejumlah program pembangunan yang dikembangkan pada masa pasca kemerdekaan Indonesia seperti transmigrasi, desentralisasi, reformasi kepemilikan tanah, dan pembangunan massal Sekolah Dasar (SD) Instruksi Presiden (INPRES). Program-program tersebut diterapkan sebagai upaya pemerataan dan inklusivitas sehingga dapat mendorong penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari. Penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari ini kemudian menumbuhkan nasionalisme yang lebih kuat karena tidak ada lagi hambatan bahasa.
Bazzi juga membahas mengenai dualisme atau dikotomi pendidikan di Indonesia sebagai alat pembangunan nasional. Dikotomi pendidikan disini memisahkan sistem pendidikan antara pendidikan agama dengan pendidikan umum. Menurutnya, sistem ini unik karena penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi juga memiliki tingkat religiusitas yang tinggi. “Di banyak negara, secara sejarah, pembangunan sekolah massal telah mengganggu dan menggantikan peran pendidikan keagamaan secara total. Namun di Indonesia dan beberapa negara lainnya hal itu tidak terjadi karena adanya sistem dikotomi pendidikan ini,” paparnya.
Dalam kesempatan itu Bazzi turut menyoroti tentang kebijakan desentralisasi dalam pembangunan. Kebijakan desentralisasi tersebut berpotensi memunculkan konflik antarkelompok karena adanya persaingan kontrol politik dan sumber daya di daerah administratif yang baru. “Terdapat sumber daya yang diperebutkan oleh banyak kelompok sosial di masyarakat dan ini adalah salah satu kasusnya, di mana dengan membangun pemerintahan lokal baru justru meningkatkan perebutan sumber daya publik juga,” tambahnya.
Menurutnya, Indonesia sebagai negara multikultural harus dapat membangun identitas nasional di tengah keberagaman yang ada. Langkah tersebut perlu dilakukan agar tercipta perasaan memiliki terhadap identitas bersama sebagai bangsa.
Reportase: Najwah Ariella Puteri
Editor: Kurnia Ekaptiningrum
Sustainable Development Goals