Suku Bunga BI Rate Belum Efektif Kendalikan Moneter
- Detail
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2209
Hingga pertengahan tahun 2013, tingkat inflasi cenderung tinggi dibandingkan beberapa tahun terakhir. Tercatat angka inflasi mencapai 8,23% pada oktober 2013 lalu. Dibandingkan inflasi pada awal tahun yang hanya 4,5%. Tingginya tingkat inflasi ini ditenggarai kurang optimalnya penerapan Inflation Targeting Framework (ITF) akibat nilai inflasi di beberapa provinsi melebihi dari target angka inflasi nasional. Selain itu, kecilnya pengaruh tingkat suku bunga BI rate dalam pengendalian moneter. "Dilihat per provinsi, masih ada beberapa provinsi dengan tingkat inflasi aktual yang melebihi dari target inflasi 4,5 %," kata Pengamat Ekonomi FEB UGM, Muhammad Edhie Purnawan, Ph.D., dalam Diskusi Analisis Inflasi Indonesia di FEB UGM, Kamis (14/11).
Beberapa provinsi yang nilai inflasi melebih target nasional atau di atas 4,5% diantaranya, Bangka Belitung (6,57%), Kalimantan Barat (6,16%), Kalimantan Tengah (5,85%), Kalimanatan Selatan (5,96%), Kalimatan Timur (5,60%), Sulawesi Tengah (5,87%), Sulawesi Utara (6,04%) dan Maluku (6,72%).
Kendati guncangan nilai tukar rupiah, pertumbuhan jumlah uang beredar dan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 standar deviasi berpengaruh terhadap nilai inflasi. Hanya saja pada saat guncangan dari tingkat suku bunga BI Rate, "Inflasi meresponnya secara negatif," katanya.
Edhie Purnawan menilai, kebijakan tingkat suku bunga BI rate memiliki pengaruh paling rendah bagi pengendalian inflasi, hal ini menunjukkan bahwa tingkat suku bunga BI rate belum efektif dalam pengendalian moneter dan pengganti sasaran operasional dari uang primer. Oleh karena itu, kata Edhie Purnawan, pemerintah bersama BI harus mengkaji ulang mengenai penerapan dan fungsi dari BI rate yang dijadikan sebagai reference rate dalam pengedalian moneter.
Lebih jauh ia menambahkan, BI dan pemerintah harus menguatkan koordinasi kebijakan untuk meminimalkan tekanan inflasi dari kenaikan administered price dan volatile foods maupun untuk sinergi kebijakan ekonomi secara keseluruhan. Selain itu, perlu membentuk strategi komunikasi yang lebih transparan untuk memperkuat sinyal kebijakan moneter pada pasar. “Upaya pembentukan ekspektasi inflasi terutama pada provinsi-provinsi yang telah melebihi target inflasi nasional perlu dilakukan,” pungkasnya.
Sumber: Gusti/UGM