- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 5547
Konsep ekonomi kerakyatan yang digagas Prof. Mubyarto kini nyaris tidak pernah terdengar lagi. Ditambah lagi dengan sistem ekonomi yang dijalankan Indonesia saat ini lebih pertumbuhan ekonomi daripada pemerataan. Wakil Menteri Perdagangan RI, Dr. Bayu Krisnamurthi menyebutkan bahwa sangat penting untuk meneruskan kembali pemikiran Mubyarto dalam mewujudkan demokrasi ekonomi Indonesia ditengah carut-marut kondisi perekonomian Indonesia saat ini.
Menurutnya, pemikiran Mubyarto tentang ekonomi kerakyatan dapat meminimalisir terjadinya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial di masyarakat dan mewujudkan kemerataan sosial. "Untuk itu penting membawa berbagai pemikiran mengenai konsep ekonomi kerakyatan sampai ke pemerintah. Jangan hanya berhenti pada tataran diskusi saja namun samapai ke tahap implementasi. Yang didiskusikan ini bisa tercermin dalam proses pengambilan keputusan di pemerintahan," tuturnya, Kamis (30/5) dalam Sarasehan "Meneruskan Jejak Pemikiran Mubyarto dalam Mewujudkan Demokrasi Ekonomi di Indonesia" yang digelar oleh Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM dan Yayasan Mubyarto di Fakultas ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM.
Lebih lanjut Bayu mengatakan bahwa perekonomian Indonesia saat ini justru tidak melibatkan sebagian besar masyarakat Indonesia. Aktivitas ekonomi hanya melibatkan sebagian kecil masyarakat saja. Hal ini tentunya sangat berbeda dengan konsep ekonomi kerakyatan yang digagas Mubyarto yang semestinya kegiatan perekonomian melibatkan sebagian besar masyarakat, bukan hanya segelintir orang saja yang notabene berasal dari lapisan ekonomi atas.
"Dari kelompok inilah, kelas konsumen dengan pengeluaran minimal 20 juta per bulan, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang saat ini mencapai 3,5 persen. Sekitar 50 juta orang yang ada pada lapisan ini, dari total penduduk Indonesia yang hampir 230 juta orang. Jadi hanya sebagian kecil masyarakat yang dilibatkan," jelasnya.
Hal senada disampaikan Rektor UII, Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Sc. Ia menyebutkan konsep ekonomi kerakyatan saat ini tidak terimplementasikan dengan baik di Indonesia. Pasalnya, dalam kegiatan ekonomi yang berjalan saat ini tidak melibatkan sebagian besar masyarakat mulai dari proses distribusi hingga konsumsi. Yang terjadi justru hanya melibatkan sebagian kecil lapisan masyarkat. "Kenyataannya pertumbuhan ekonomi kita saat ini hanya ditopang segelintir orang saja. Kalau hal ini terus berlanjut substansi ekonomi kerakyatan bisa hilang," katanya.
Edy juga menyampaikan bahwa terminologi ekonomi kerakyatan saat ini hanya dijadikan sebagai jargon jualan politik. Konsep ekonomi kerakyatan hanya muncul ketika masa kampanye politik dimulai dan terlupakan ketika telah terpilih. "Dalam dunia politik konsep ekonomi kerakyataan hanya sebagai jargon saja, tidak implementatif," terangnya.
Dr. Poppy Ismalina, M.Ec.Dev., staf pengajar FEB UGM dalam kesempatan itu lebih banyak menyorot tentang peran pasar tradisional terhadap pertumbuhan ekonomi negara. Menurutnya, pasar tradisional berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat. Pasar tradisional tidak hanya memberikan kebebasan kepada para pelakunya, akan tetapi juga memberikan sejumlah makan ekonomi. Misalnya efisiensi, pengurangan biay atransaksi, dan jaminan kualitas produk.
"Baik penjual, pembeli, petugas keamanan maupun aparat pemerintah yang bertugas di pasar tradisional menjalin sebuah kekerabatan sosial yang menjadi warna dari struktur sosial pasar tradisional. Oleh sebab itu pasar tradisional memiliki kontribusi terhadap kesejahteraan maysrakat," urainya.
Kekerabatan sosial yang terjadi di pasar tradisional akan menstimulasi hubungan bisnis yang berlangsung lama dan memiliki potensi untuk pengembangan usaha. Produktivitas masyarakat, naik penjual maupun pembeli akan meningkat. Kondisi tersebut pada akhirnya memacu peningkatan aktivitas produksi dari masing-masing pihak. "Disinilah peran pasr tradisional terhadap pertumbuhan ekonomi. Untuk itu tidak ada alasan bagi pemerintah daerah maupun pusat untuk tidak memprioritaskan pengembangan pasar tradisional di suatu wilayah," ujar Poppy.
Ditambahkannya, pengembangan juga harus dilakukan pada pasar tradisional yang tidak mempunyai keunikan dengan memaknai pasar tradisional sebagai sebuah institusi ekonomi. Pasar tidak hanya sebagai tempat bertansaksi, tetapi juga sebagai tempat berinteraksi, ruang bagi masyarakat lokal menumpahkan segala ekspresi sosial dan ekonominya. "Pasar tradisional tidak hanya cerminan dinamika ekonomi, namun realitas sosial masyarakat kita," tuturnya.
Sumber: Ika/UGM
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3372
Magister Manajemen FEB UGM menyelenggarakan Executive Series dengan tema "Venture Capital as A Startup Booster" pada hari Jumat (24/05) di Auditorium Sukadji Ranuwiharjo MM UGM. Hadir sebagai pembicara Kusumo Martanto, Chief Operation Officer (COO) PT Global Digital Prima dan Andrew Darwis, founder Kaskus, sebuah portal sosial media dan komunitas terbesar di Indonesia. Kegiatan ini diikuti oleh lebih dari 200 mahasiswa MM FEB UGM.
Acara dibuka oleh Prof. Jogiyanto Hartono M., Dr., M.B.A., CMA. selaku Deputi Direktur Bidang Keuangan, Sumber Daya Manusia, dan Sistem Informasi MM UGM. Prof. Jogiyanto yang juga merangkap sebagai moderator acara mengatakan bahwa kegiatan CEO Series akan dilakukan setiap bulannya, tujuannya agar mahasiswa mendapatkan sharied pengalaman praktik dari para pimpinan perusahaan untuk menunjang teori yang telah didapatkan di kelas.
Kusumo Martanto memaparkan langkah-langkah mendirikan sebuah bisnis yang mulai dari mendapatkan sebuah ide hingga mewujudkannya. Sebagai pimpinan perusahaan venture capital yang menyuntikkan modal ke dalam bisnis-bisnis baru yang potensial, Kusumo memberikan berbagai tips untuk mendapatkan investor. Ia menekankan pentingnya calon pengusaha menuliskan rencana bisnisnya, untuk memandu calon pengusaha dalam perencanaan bisnis. Selain itu, ia mengingatkan bahwa ide hanya akan tetap menjadi sebuah ide tanpa melakukan aksi nyata untuk mewujudkannya.
Di sesi kedua, Andrew Darwis sebagai founder Kaskus membagi pengalamannya mendirikan Kaskus pada tahun 1999 sebagai tugas kuliah waktu ia studi di Amerika Serikat. Situs yang pada awalnya dimaksudkan untuk mewadahi komunitas-komunitas yang ada di Indonesia ini mendapat sambutan yang baik bagi para pengguna internet di Indonesia sebagai wadah untuk berbagi informasi. Situs ini semakin berkembang hingga kini dimanfaatkan sebagai situs jual beli secara online bagi penggunanya.
Andrew mengakui bahwa Kaskus bisa menjadi seperti sekarang karena dukungan para pengguna kaskus atau sering disebut kaskuser. Ia mengatakan jumlah pengguna kaskus tahun 2013 ini sudah mencapai 7 juta orang dan optimis akan terus bertambah. Ke depan, Kaskus yang mendapatkan dukungan dari PT Global Digital Prima (GDP) akan menambahkan fungsi pembayaran online.
Sumber: Rahmat/FEB
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3535
Mendung menggelayuti langit UGM tidak memudarkan semangat wisudawan untuk menghadiri acara Pelepasan Wisudawan Periode III Bulan Mei tahun akademik 2013/2014 di University Club (21/5). Acara pelepasan wisuda periode ini melepas sejumlah 96 mahasiswa FEB yang terbagi dalam tiga jurusan yaitu Akuntansi (47 orang), Ilmu Ekonomi (16 orang) dan Manajemen (33 orang).
Dengan iringan musik akustik yang apik dari Economics Session Band, para peserta wisuda didampingi orang tuanya bergiliran memasuki ruang Bulaksumur. Aura kebahagiaan terpancar dari setiap wisudawan yang telah menyandang gelar Sarjana Ekonomi. Tak lupa rekan dan kerabat mengabadikan momen bahagia ini di sela-sela hiruk pikuknya suasana di depan pintu masuk Bulaksumur.
Tepat pukul 12.00 WIB Master of Ceremony membuka acara yang diawali dengan sambutan Dekan yang diwakili oleh Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Dr. B.M. Purwanto, M.B.A. Beliau mengucapkan selamat atas lulusnya para mahasiswa dari berbagai angkatan dan mengumumkan profil wisudawan. Pada periode ini FEB meluluskan 54 orang dengan predikat cumlaude, Indeks Prestasi Kumulatif tertinggi yaitu 3,96, diraih oleh Poppy Danastri Sari (Akuntansi 2008). Lulusan tercepat, 3 tahun 5 bulan, ditorehkan oleh Effendi Wijaya (Akuntansi 2009).
Dalam sambutannya, BM Purwanto berpesan kepada seluruh wisudawan untuk tidak korupsi. "Jangan menjadi koruptor. Anda sesudah lulus harus saling mengingatkan untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak senonoh. Korupsi merupakan tindakan yang tidak senonoh," ucapnya. Ia juga menghimbau kepada seluruh orang tua/wali untuk selalu memantau dan mengingatkan putra-putranya supaya tidak melakukan korupsi.
Acara dilanjutkan dengan sambutan dari orang tua peserta wisuda yang diwakili oleh Dominikus Supratikto. Dalam kesempatan tersebut disampaikan bahwa alumni FEB tersebar di hampir seluruh elemen di masyarakat: bisnis, birokrasi dan lembaga lainnya dimana hal ini menjadi basis jejaring kerja yang baik bagi karir alumni lainnya. Sambutan terakhir disampaikan oleh mahasiswa dengan IPK tertinggi, Poppy Danastri Sari. Ia menyampaikan ikrarnya, "Mulai saat ini, kami melangkah untuk menyambut masa depan kami dengan segala daya dan upaya sehingga kami dapat mencapai apa yang kami impikan."
Berakhirnya sesi foto dari peserta wisuda yang dibagi di setiap jurusan, berakhir pula pelepasan wisuda periode Mei 2013 ini. Pukul 12.45 WIB satu persatu peserta meninggalkan ruang dengan senyum semangat menyongsong hari esok yang lebih baik. Sekali lagi kami mengucapkan selamat atas kelulusan para wisudawan!
Sumber: Aina/FEB
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3255
Sebanyak 20 orang mahasiswa asing Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM mengikuti kegiatan Cultural Immersion Day (18/5) di Desa Wisata Pentingsari, Cangkringan Sleman. Mahasiswa asing yang terdiri dari mahasiswa program pertukaran pelajar (exchange program) dan double degree ini diajak merasakan langsung kehidupan di pedesaan serta mengenal berbagai kebudayaan di Indonesia.
Rombongan dilepas dari kampus FEB UGM oleh BM Purwanto, Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiwaan. Selama satu hari penuh, para mahasiswa yang berasal dari berbagai negara seperti Jerman, Perancis, dan Belanda dipandu melakukan berbagai aktivitas yang telah disiapkan oleh panitia.
Sesampai lokasi, para peserta disambut oleh tim fasilitator dari Desa Wisata Pentingsari. Untuk mencairkan suasana dan menambah semangat, tim fasilitator telah menyiapkan beberapa permainan ice breaking. Para mahasiswa asing tampak bersemangat dan ceria berpartisipasi dalam permainan tersebut. Setelah itu, para peserta melakukan kegiatan membatik yang dipandu langsung oleh Prof. Dr. Basu Swastha Dharmmesta, MBA., dosen senior FEB sekaligus seniman batik yang kerap menggelar pameran tunggal karya batiknya. Beberapa mahasiswa serius melukiskan cantingnya mengikuti pola yang sudah dibuat. Sesekali mereka tertawa karena lilin-malam yang mereka ambil terlalu banyak sehingga membuat lukisan tidak sesuai pola.
Kegiatan dilanjutkan dengan bermain alat musik gamelan dan membuat wayang dari alang-alang. Mahasiswa asing sangat antusias mengikuti kegiatan tersebut. Cathy, mahasiswa asing dari Jerman, mengungkapkan bahwa ini adalah pengalaman pertamanya bermain gamelan, dan sungguh sangat menyenangkan bisa mengenal kebudayaan Indonesia. Tidak hanya itu, mahasiswa asing juga mendapat kesempatan bermain menangkap ikan dan kemudian diakhiri dengan kunjungan ke perusahaan jamu.
Cultural Immersion Day merupakan bagian dari program Global Leadership Forum (GLF) yang dibentuk di awal tahun 2013. GLF merupakan rintisan organisasi yang diwujudkan untuk mewadahi kegiatan mahasiswa asing yang sedang belajar di FEB UGM. Githa Maharani sebagai pimpinan organisasi mengungkapkan bahwa setiap semester mahasiswa asing yang datang ke FEB UGM semakin bertambah sehingga muncul inisiatif untuk membentuk organisasi ini. "Ide ini berasal dari Pak Rangga (Dr. Rangga Almahendra, salah satu dosen FEB UGM-red)," ungkapnya. Program lain yang dilakukan adalah tandem learning, yakni memasangkan satu orang mahasiswa asing dengan seorang mahasiswa lokal untuk berinteraksi belajar bahasa dan budaya, sehingga kedua belah pihak dapat mengambil manfaat bersama.
Sumber: Rahmat/FEB
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2377
Kehebatan perindustrian negara Korea Selatan saat ini sudah tidak diragukan lagi. Gelombang industri Korea Selatan baik dari industri manufaktur, fashion hingga musik dan hiburan lainnya telah mampu memikat hati konsumen di pasar global. Beberapa merek terkenal yang menduduki posisi top brand di dunia mulai diisi oleh merek-merek asal negeri gingseng tersebut. Sebut saja Samsung, Hyundai, atau KIA mobil yang penjualannya semakin meningkat sepanjang tahunnya. Industri hiburan juga mulai menyebarkan demam K-Pop dan drama-drama korea pada anak muda di dunia.
Gambaran mengenai kemajuan perkembangan perekonomian Korea Selatan inilah yang disampaikan oleh Prof. Lee Kang Yong dalam kunjungan ke FEB UGM (17/5) lalu. Lee Kang Yong merupakan anggota Korean International Cooperation Agency (KOICA) sebuah lembaga di Korea Selatan yang berfokus pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan kompetensi sumber daya manusia di dunia khususnya di negara berkembang. Dalam kuliah umumnya, Lee Kang Yong menjabarkan mengenai tahapan periodisasi kebangkita perekonomian Korea Selatan. Diawali masa kepemimpinan Park Chung Hee, mantan presiden Korea Selatan yang mampu meningkatkan kembali kesejahteraan masyarakat dan menghapuskan korupsi besar-besaran di tubuh pemerintahan dalam negeri. Korea Selatan pun melakukan pergeseran ekonomi dari negara agraris menjadi negara industri yang berbasiskan teknologi maju. Saat ini Korea Selatan telah menjadi salah satu negara industri yang maju dan modern di dunia.
Lee Kang Yong menjelaskan bahwa untuk mendapatkan lompatan perekonomian hingga seperti saat ini, Korea Selatan membutuhkan tahapan-tahapan yang cukup panjang dan tidak mudah. "Untuk menjadi negara industri terbaik, setiap target-target yang dibuat oleh negara harus dicapai," ungkap Lee Kang Yong. Terdapat beberapa kondisi yang akan mempermudah sebuah negara untuk meningkatkan potensi industrinya yaitu besarnya semangat wirausaha dalam diri masyarakat dan budaya untuk selalu bekerja keras. Lee Kang Yong juga menambahkan bahwa selain faktor dari dalam sumber daya manusia, pemerintah juga harus mendukung melalui kebijakan ekonomi yang baik seperti aktif mempromosikan ekspor dan melindungi industri dalam negeri yang masih pemula. Dengan terpenuhinya hal-hal tersebut maka akan tercapai suatu industrialisasi dan perkembangan ekonomi yang lebih baik. "Semua harus diawali dengan can do spirit," ujar Lee Kang Yong saat memberikan optimisme kepada mahasiswa.
Sumber: Poppy/FEB
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3617
Indonesia adalah salah satu dari beberapa negara yang makin signifikan daya ekonominya dalam perekonomian global yang makin terintegrasi. Indonesia juga menikmati manfaat dari penyebaran kemampuan teknis dan sains terbangunnya rantai pasokan global yang ekstensif, revolusi digital dan berbagai perkembangan teknologi lainnya.
Pada saat yang sama Indonesia juga berhadapan dengan mencuatnya tata dunia yang bersifat multipolar dimana kekuatan tersebar di banyak pusat dan mengakibatkan fragmentasi politik di tingkat global. "Hal integrasi ekonomi yang diperhadapkan dengan fragmentasi politik ini menjadi sangat relevan dalam perancangan politik ekonomi jangka panjang Indonesia", demikian disampaikan oleh Stephen J. Kobrin, Professor of Multinational Management dari The Wharton School of the University of Pennsylvania, dalam kesempatan kuliah umum di FEB UGM, Kamis, 16 Mei 2013.
Perekonomian dunia yang terintegrasi dan masalah-masalah berskala global seperti perubahan iklim, pandemi, terorisme, dan cybercrime menuntut tata kelola global yang bersifat kooperatif, atau yang disebut sebagai multilateralisme. Namun demikian, ternyata tidaklah mudah atau bahkan mustahil untuk menciptakan perjanjian-perjanjian multilateral: putaran Doha telah mati suri selama lebih dari satu dekade, dan perjanjian-perjanjian tentang iklim tampaknya sulit untuk menjadi kenyataan.
Salah satu penyebabnya adalah meningkatnya fragmentasi dalam sistem politik international: mencuatnya tata dunia yang bersifat multipolar dimana kekuatan tersebar di banyak pusat; peningkatan dramatis dalam jumlah negara yang memiliki daya ekonomi yang signifikan; dan runtuhnya ideologi liberal pasca perang dunia kedua yang selama ini mendasari sistem internasional.
Sebagai akibatnya, kebutuhan terhadap multilateralisme menjadi semakin mendesak dan pada saat yang sama semakin sulit untuk dicapai. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya perjanjian bilateral yang terjadi antar negara, padahal perjanjian bilateral tidak menjamin keadilan atau fairness yang mungkin bisa lebih baik dicapai melalui perjanjian multilateral. Bahkan, perjanjian bilateral berpotensi menimbulkan distorsi pada kepercayaan besama (mutualtrust) yang menjadi dasar mutlak dalam perjanjian multilateral. "Tata kelola global yang efektif mensyaratkan adaptasi kepada realitas politik yang baru", lanjut Prof. Stephen J. Kobrin.
Kuliah umum oleh Prof. Stephen J. Kobrin dari The Wharton School of the University of Pennsylvania ini merupakan bagian dari serangkaian upaya Tanoto Foundation untuk mengembangkan kerjasama antara Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada dan The Wharton School of the University of Pennsylvania, terutama dalam peningkatan kapasitas staf pengajar.
Sihol Aritonang, Ketua Pengurus Tanoto Foundation menyatakan,"Menjadi kehormatan bagi Tanoto Foundation untuk dapat merintis kerjasama yang baik dan bersifat jangka panjang antara The Wharton School dengan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, terutama dalam mengembangkan kapasitas staf pengajar. Kuliah umum kali ini menjadi awal dari rangkaian kuliah umum lainnya yang akan dilaksanakan di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, serta berbagai bentuk kerjasama lainnya dengan The Wharton School."
Sumber: P2EB
Halaman 185 dari 221