Penggunaan ZMET dalam Konteks Daring
- Detail
- Ditulis oleh Kirana
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2330
Rangkaian webinar Management’s Forum: Berbagi ke-4 yang berjudul "Adapting ZMET to online context: Exploring the mental map of marginalized society during the pandemic" dipersembahkan oleh Laboratorium Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM telah terselenggara pada Jumat (11/06). Pada seri ke-4 kali ini, hadir dua pembicara spesial yakni B.M Purwanto, Ph.D. dan juga Rokhima Rostiani, M.Mgmt. yang akan berbagi seputar penggunaan metode ZMET dalam konteks daring. ZMET sendiri adalah akronim dari Zaltman Metaphor Elicitation Technique yang merupakan metode untuk mencari suatu kebenaran di alam bawah sadar dengan menggali proses berpikir serta perilaku partisipan.
Acara dibuka dan dipandu oleh Bayu Sutikno, Ph.D. selaku moderator pada seri ini dan dilanjutkan dengan pemaparan materi tentang penelitian menggunakan ZMET yang dilakukan oleh B.M Purwanto dan Rokhima. Di awal sesi, B.M Purwanto bercerita sedikit mengenai latar belakang pelaksanaan penelitian tersebut. Beliau bercerita di masa pandemi Covid-19, yang telah berlangsung setahun lebih ini, banyak sekali kalangan masyarakat yang terdampak baik dari segi kesehatan maupun secara finansial. Dari seluruh lapisan masyarakat, yang paling terimbas dampak buruk pandemi adalah masyarakat yang termarjinalisasi atau terpinggirkan. Atas dasar kecemasan terhadap masyarakat marjinal inilah muncul urgensi untuk melakukan penelitian yang hasilnya akan dapat membantu pemerintah mendesain kebijakan bermanfaat bagi mereka.
Penelitian dilakukan bekerjasama dengan Center for Communication Programs (CCP) John Hopkins yang berpusat di Amerika Serikat dan pemerintah Indonesia melalui Satgas Covid-19. Metode ZMET diadopsi sebagai teknik pengumpulan data yang dimodifikasi dengan wawancara teknik metafora. Partisipan berjumlah 15 orang dengan rata-rata tingkat pendidikan SD-SMP dan beragam mata pencaharian melalui serangkaian wawancara yang berfokus pada proyeksi masa depan partisipan. Wawancara ZMET ini sangat terstruktur dan sebenarnya terdiri dari banyak langkah. Namun, karena kendala pelaksanaan secara daring dan lain sebagainya terpaksa harus ada pengurangan beberapa langkah.
Selanjutnya, Rokhima menjelaskan lebih rinci mengenai langkah-langkah pelaksanaan wawancara penelitian tersebut. Langkah pertama, partisipan diberi waktu 2 hari untuk memilih 6-10 gambar menggunakan perasaannya. Langkah kedua, partisipan diminta untuk mendeskripsikan dan menceritakan maksud dari gambar-gambar yang dipilihnya. Dari cerita partisipan, peneliti mencoba menggali secara dalam pemikiran dan perasaan terselubung untuk menghasilkan suatu interpretasi. Langkah berikutnya, partisipan terlibat dalam proses wawancara yang sangat terstruktur. Kali ini peneliti melakukan proses laddering untuk mendapatkan pemahaman mendalam mengenai abstraksi konstruk yang disampaikan partisipan. Terakhir, partisipan diminta untuk merepresentasikan topik yang diteliti dengan fungsi panca indra untuk memperjelas konstruk dan memperkaya data pada proses analisis.
Serangkaian langkah-langkah wawancara ZMET tersebut kemudian menghasilkan sebuah peta mental dari tiap partisipan. Peta mental tersebut menggambarkan beberapa aspek yang diinterpretasikan dari partisipan seperti nilai-nilai yang dipegang, masalah yang dialami, dan keyakinan yang diyakini yang kemudian memberi pengaruh pada perasaan juga perilaku partisipan. Melalui perasaan dan perilaku tersebut, partisipan dapat menggambarkan keyakinan dan harapan akan masa depan yang mereka dambakan. Beberapa hal yang menjadi sorotan dari peta mental partisipan oleh peneliti diantaranya karakter partisipan dan sikap terhadap pandemic Covid-19 maupun kebijakan pemerintah terkait penanganannya.
Hasil dari penelitian tersebut diantaranya mengemukakan bahwa terdapat kesadaran terhadap struktur sosial yang tidak adil. Beberapa partisipan mengungkapkan keyakinannya terkait masyarakat terdiri atas kelompok-kelompok yang mendapatkan manfaat dan menghadapi risiko berbeda-beda. Ditambah lagi, beberapa partisipan merasakan bahwa mereka mendapat perlakuan diskriminatif dalam pemberian bantuan selama PSBB dan dari kebijakan pembangunan. Namun selain itu, terdapat pula beberapa partisipan yang selama pandemi terlibat aktif dalam berdonasi dan menyarankan mematuhi protokol kesehatan atas saran pemerintah yang mencerminkan kepedulian sosial dan advokasi dari masyarakat.
Reportase: Kirana Lalita Pristy/Sony Budiarso.