- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3814
Yogya (KU) – Indonesia siap menghadapi China-ASEAN Free Trade Agreement (CAFTA). Hal itu disebabkan potensi ekspor Indonesia ke China lebih tinggi daripada ekspor China ke Indonesia. Apabila Indonesia tidak mengikuti CAFTA dengan China, pasar Indonesia justru terancam oleh ekspansi produk dari ASEAN yang mendapatkan keuntungan atas tersedianya bahan baku produk China yang lebih murah.
"Potensi kenaikan ekspor Indonesia ke China masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan ekspor China ke Indonesia,"kata staf Deputi Bidang Pengembangan dan Rekstrukturisasi Usaha, Kementerian Koperasi dan UKM, Ahmad Djunaedi, mewakili Menteri Negara Koperasi dan UKM RI, Dr. Sjarifudin Hasan, M.M. M.B.A., yang berhalangan hadir dalam Seminar Nasional "Ekonomi Islam dalam Tantangan Perdagangan Bebas". Seminar digelar di Sekolah Pascasarjana UGM, Selasa (30/3).
Disampaikan Djunaedi, ada tiga langkah yang akan dilakukan pemerintah dalam rangka penanggulangan dampak CAFTA. Pertama, mengembangkan pasar domestik melalui pencegahan impor di perbatasan dan pasar. “Melalui tindakan penertiban pelaku impor dan pengawasan di pelabuhan. Pengawasan awal dengan karantina diperketat, pengawasan HKI dan SNI, pengawasan pelabelan penggunaan bahasa Indonesia dan pengawasan produk-produk inovasi,” terangnya.
Langkah kedua yang akan dikerjakan adalah melakukan peningkatan daya saing produk UMKM. Terakhir, yang ketiga, meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dengan cara promosi dan meningkatkan daya beli masyarakat.
Disebutkan Djunaedi bahwa ada beberapa jenis produk ekspor yang paling dirugikan sebagai dampak CAFTA, di antaranya produk kulit, metal, manufaktur, pakaian jadi, gandum, gula, tebu, padi, beras diproses, dan alat mesin panen. Oleh karena itu, Kementerian Koperasi dan UKM akan mengembangkan pusat inovasi untuk pengembangan produk yang berorientasi ekspor.
Djunaedi mencontohkan Indonesia merupakan penghasil kakao terbesar ketiga di dunia. Setiap tahun, negara ini menghasilkan produksi kakao sebanyak 550 ribu ton. Namun, dari jumlah tersebut, hanya sepertiga yang dapat diproses menjadi produk. Sementara itu, Malaysia dan Singapura yang memiliki 300 dan 100 ribu ton dapat mengolah semua menjadi produk. Adanya orientasi ekspor bahan mentah kakao inilah yang menyebabkan petani kakao dalam negeri dirugikan oleh para pedagang.
"Kakao yang mahal harganya justru yang sudah difermentasi. Namun, para petani kita sering ditipu pedagang yang menerangkan ke petani jika kakao hasil fermentasi atau tidak harganya tetap sama. Namun, setelah kita cek ke pabriknya langsung, ternyata ada perbedaan harga 5 ribu hingga 10 ribu per kilo," imbuhnya.
Dr. Tri Widodo, staf pengajar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, selaku pembicara dalam seminar tersebut mengemukakan Indonesia saat ini menempati posisi kedua di Asia setelah China untuk kategori industri yang memiliki pekerja dengan tenaga tidak terdidik terbesar. "Kita berada nomor dua setelah China. Diikuti selanjutnya Thailand, sedangkan untuk industri dengan tenaga terdidik dikuasai oleh Jepang dan Korea," pungkasnya.
Sumber: www.ugm.ac.id
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2706
Ekonom UGM, Dr. A. Toni Prasetyantono, M.A., mengkhawatirkan Uni Eropa akan menjadi ancaman krisis global. Dengan semakin meningkatnya utang di negara-negara Eropa, potensial memunculkan krisis ekonomi global.
“Uni Eropa memiliki karakteristik dengan ekonomi di Amerika dengan jumlah utang yang begitu besar. Sekarang ini, utang Uni Eropa 81,8 persen dari PDB, hampir sama dengan Amerika yang mencapai 84 persen,” kata Toni kepada wartawan usai menjadi pembicara dalam Diskusi Great Thinker ‘Filantropi George Soros dan Neo Kapitalisme’, di Sekolah Pascasarjana (SPs) UGM, Rabu (24/3).
Adapun China, untuk saat ini belum menjadi ancaman krisis global karena memiliki utang yang hanya 17 persen dari PDB. Kendati begitu, yang perlu disoroti adalah aktivitas bisnis properti di negara tersebut yang dikhawatirkan menjadi ancaman seperti pernah terjadi di Amerika pada 2008 lalu. “China masih oke dari sisi utang luar negeri, tapi aktivitas properti agak mengkhawatirkan,” kata staf pengajar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM ini.
Sementara Indonesia, negara ini berada di posisi cukup aman karena memiliki utang luar negeri sebesar 29 persen dari PDB. Bahkan, dalam dua bulan terakhir pertumbuhan ekonomi dalam negeri justru meningkat. “Saya sempat meramal pertumbuhan ekonomi kita 5,3 persen awal tahun ini. Namun, dari perkembangan dua bulan terakhir, maka angka 6 persen bisa tembus tahun ini,” ujarnya.
Sehubungan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang membaik, hal itu akan berdampak baik pada peningkatan APBN perubahan. “APBN kita bagus akan memberikan stimulus ekonomi yang baik juga sehingga perlu APBN perubahan,” jelasnya.
Menjawab pertanyaan wartawan terkait dengan masih adanya upaya beberapa anggota DPR yang masih menolak rapat kerja dengan Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani, untuk pembahasan APBN perubahan, Toni dengan tegas menganggap sikap tersebut merugikan semua pihak. “Sangat mengganggu. Kita tahu APBN kita itu harus direvisi. APBN disesuaikan dengan kondisi terbaru karena ekonomi kita sekarang membaik. Rapat dengan Menkeu penting untuk membahas APBN revisi. Kalau tidak revisi, maka yang rugi kita semua,” jelasnya.
Toni juga menyarankan beberapa anggota DPR untuk menahan diri dan bersikap profesional, apalagi Sri Mulyani saat ini belum terbukti bersalah secara hukum.
Sumber: www.ugm.ac.id
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 3859
Pengimplementasian UU No. 28 tahun 2009 mengenai pajak daerah dan retribusi daerah dinilai hanya akan menguntungkan kota-kota besar. Sementara itu, bagi kota kabupaten atau daerah terpencil justru akan menjadi suatu beban. Menurut Dr. Ertambang Nahartyo, M.Sc., peneliti Magister Ekonomika Pembangunan (MEP) UGM, adanya pendaerahan pajak hanya akan menaikkan pendapatan asli daerah (PAD) kota besar, sedangkan PAD kabupaten justru akan mengalami penurunan.
Disebutkan Ertambang, hal itu terjadi karena adanya ketidaksiapan daerah atau kabupaten, baik dalam sistem, infrastruktur, teknologi, maupun sumber daya manusia. "Pendaerahan pajak hanya akan menguntungkan bagi kota besar yang sudah memiliki kesiapan, mulai dari fasilitas, SDM, sampai teknologinya," jelasnya di MEP UGM, Kamis (4/3).
Lebih lanjut disampaikan Ertambang, Jakarta akan menjadi kota yang paling diuntungkan apabila UU tersebut diimplementasikan secara efektif. Sementara di daerah, seperti NTT, Sulawesi, dan Papua, UU tersebut tidak akan berjalan dengan efektif. "Bayangkan saja, hanya untuk menarik pajak yang tidak begitu besar nilainya bisa menghabiskan biaya penagihan yang besar akibat ketidaksiapan fasilitas di daerah. Pemerintah daerah pasti lebih memilih untuk tidak memungut pajak. Hal ini memang tidak akan begitu berpengaruh bagi daerah. Namun secara nasional, kerugiannya benar-benar terasa," tambahnya.
Dikatakan Ertambang bahwa proporsi PAD terhadap pendapatan daerah secara nasional dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Pada tahun 2004-2005 terjadi penurunan sebesar 0,08. Selanjutnya, pada 2006-2007, turun menjadi 0,07, dan semakin menurun pada 2008 hanya 0,06. Menurut Ertambang, seyogianya pemerintah mengkaji terlebih dahulu kesiapan setiap daerah sebelum diberlakukannya undang-undang ini.
Melihat kondisi tersebut, MEP UGM berencana akan menyelenggarakan Seminar "Implementasi UU No. 28 Tahun 2009: Transisi, Tantangan, dan Harapan". Seminar yang akan gelar Sabtu, (6/3) di Hotel Haytt ini dimaksudkan untuk mencari solusi transisi agar implementasi undang-undang ini dapat berjalan dengan baik sehingga mampu meningkatkan pendapatan daerah. Selain itu, juga untuk mengantisipasi berbagai persoalan implementasi di daerah dan memperkirakan dampak penerapannya bagi penerimaan pemerintah dan perekonomian daerah.
Sumber: www.ugm.ac.id
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2638
Ekonom UGM, Dr. Rimawan Pradiptyo, M.Sc., mengkritisi besarnya biaya sosial korupsi yang harus ditanggung oleh rakyat akibat putusan peradilan yang menetapkan koruptor mengembalikan dana jauh lebih kecil dari total dana yang dikorupsi.
Berdasarkan hasil penelitian Rimawan, terdapat sejumlah 73,07 triliun rupiah dana yang telah dikorupsi oleh 540 koruptor pada tahun 2008. Kendati demikian, tuntutan jaksa tentang uang yang harus dikembalikan oleh koruptor hanya 32,41 triliun rupiah. Pada umumnya, terpidana melakukan banding ke Mahkamah Agung (MA). Kemudian, oleh MA hanya 5,32 triliun rupiah saja dana yang harus dikembalikan kepada negara.
“Bayangkan, hanya 7,29% dana yang mesti dikembalikan ke negara. Lalu, siapa yang menanggung kerugian sebesar 73,07 triliun? Tentu saja rakyat sebagai pembayar pajak yang baik,” kata Rimawan dalam Seminar Bulanan "Biaya Sosial Korupsi: Estimasi dan Implementasi", Kamis (25/2) sore, yang digelar di Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (PSEK) UGM.
Lebih menyedihkan lagi, lanjut Rimawan, vonis hukuman yang dijatuhkan kepada terpidana korupsi kebanyakan kurang dari sepuluh tahun. Vonis ini tentunya tidak akan memberikan efek jera kepada para koruptor. Apalagi mereka diuntungkan dengan hanya mengembalikan dana 7 persen saja dari total yang dikorupsi. “Orientasi koruptor adalah uang, maka efek jera akan maksimum jika hukuman dilakukan untuk memiskinkan koruptor,” ujarnya.
Menurut Rimawan, sistem hukum yang berlaku di Indonesia masih bersifat irasional dalam pandangan ilmu ekonomi. Agar berlaku secara rasional, nilai denda ideal yang dijatuhkan, terutama kepada terpidana korupsi, seharusnya disesuaikan dengan biaya sosial yang dihasilkan dari kejahatan tersebut. “Untuk berlaku secara rasional, maka nilai denda tidak dicantumkan eksplisit di dalam UU. Namun, diganti nilai denda yang disesuaikan dengan biaya sosial kejahatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP),” tuturnya. Selain itu, tambahnya, dimungkinkan perampasan aset yang mencurigakan kepada terpidana dengan metode pembuktian terbalik.
Sumber: www.ugm.ac.id
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 7556
Perkembangan perekonomian global semakin menuntut keberadaan lebih banyak jasa profesi penilai properti. Sejauh ini, di Indonesia baru ada 300 orang penilai bersertifikat. Padahal Indonesia masih membutuhkan sekitar 3000 orang penilai bersertifikat.
Sejauh mana pengetahuan anda tentang profesi jasa penilai aset dan properti? Kami menantang anda untuk membuat karya tulis dengan tema: "Manajemen Aset dan Penilaian Properti".
Peserta lomba bebas memilih satu dari dua bahasan berkut:
- Profesi Jasa Penilai Properti
- Manajemen Aset dan Penilaian Properti
Syarat dan ketentuan:
- Penulis merupakan sarjana strata satu (S1) atau minimal sedang menulis skripsi;
- Penulis berasal dari bidang Ilmu-ilmu Ekonomi (Akuntansi, Manajemen, dan Ilmu Ekonomi), Ilmu-ilmu Teknik, Ilmu-ilmu Pertanian (Pertanian, Teknik Pertanian, Kehutanan), dan Ilmu Hukum;
- Karya tulis sesuai dengan format JEBI (dapat dilihat di http://jebi.feb.ugm.ac.id);
- Karya tulis maksimal terdiri dari 30 halaman dan diketik dengan spasi ganda
- Abstraksi maksimal terdiri dari 250 kata dan disertai dengan keywords
- Setiap karya tulis yang dikirimkan, disertai dengan nama dan alamat korespondensi penulis
- Karya tulis diterima paling lambat tanggal 31 Maret 2010 di MEP FEB UGM (Jl. Teknika Utara, Barek, Yogyakarta 55281)
Penghargaan:
Tiga penulis terbaik mendapatkan beasiswa Program Master di Magister Ekonomika Pembangunan FEB UGM Konsentrasi Manajemen Aset dan Penilaian Properti.
Informasi selengkapnya silahkan menghubungi:
Admisi MEP FEB UGM
Jl. Teknika Utara, Barek, Yogyakarta 55281
Telp. (0274) 555917, 555918, 518945/46
Faks. (0274) 555922, 518946
Email: admisi[at]mep.ugm.ac.id
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2815
Jum’at 12/02, FEB UGM menyelenggarakan acara Welcome Cocktail bagi mahasiswa asing yang mengikuti program pertukaran dan double degree di FEB UGM. Untuk semester II 2009/2010 ini Tercatat 16 mahasiswa asing mengikuti perkuliahan di program S1 Internasional FEB UGM. Ke-16 mahasiswa tersebut terdiri dari:
- Timotheus van der Hoff & Boudewijn Pols (University of Groningen, Belanda),
- Alexander Otten & Jeanny Tepe (Arnhem Business School Belanda),
- Matthieu Boullet & Elise Dailly(ESCEM School of Business and Management Tours-Poitiers),
- Cher Cyrus Werner & Esmee Leonarda Petra de Loo (AVANS University Belanda),
- Jorunn Lie Bjelland (Agder University Norwegia)
- Kaja Lorentzen (Agder University Norwegia)
- Lene Aspaugh-Hansen (Agder University Norwegia)
- Tina Nordby (Agder University Norwegia)
- Hans-Christian Grung-Olsen (Agder University Norwegia)
- Miriam Melby (Agder University Norwegia)
- Anke Winkler & Sandra Pawlischta (Pforzheim University, Jerman)
Acara Welcome Cocktail ini dihadiri oleh Dekan FEB UGM Prof. Marwan Asri, MBA., Ph.D., para Wakil Dekan FEB UGM dan Direktur Program S1. Prof Marwan Asri memberikan sambutan singkat dan sekaligus memberikan wejangan kepada para mahasiswa asing bahwa program pertukaran yang diikuti sebaiknya dimanfaatkan juga untuk mengenal lebih dekat budaya lokal di sekitar mereka. Prof. Marwan Asri menganjurkan para mahasiswa asing untuk berpakaian batik setiap hari Jumat, dalam rangka ikut melestarikan batik agar lebih dikenal oleh masyarakat mancanegara.
Kesempatan acara tersebut dimanfaatkan juga untuk mensosialisasikan unit-unit kerja di lingkungan FEB UGM agar mahasiswa asing menjadi familier. Unit-unit kerja yang diperkenalkan adalah unit akademik, perpustakaan FEB, unit Sistem Informasi FEB.
Halaman 205 dari 214