- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 4297
Pemahaman tenaga akuntan di Indonesia terhadap standar akuntansi internasional masih minim. Minimnya pemahaman tersebut disebabkan pengetahuan mengenai istilah akuntansi juga masih terbatas. Di samping itu, para akuntan juga masih kesulitan untuk mengadaptasi dan mengadopsi standar akuntansi internasional. Untuk itu, penyusunan kamus akuntansi Indonesia yang dapat mengadopsi standar-standar akuntansi Internasional mendesak untuk dibuat.
"Pemahaman para akuntan terhadap standar-standar akuntansi internasional masih minim sehingga kamus akuntansi Indonesia mendesak untuk dibuat," kata Prof. Dr. Indra Bastian, M.B.A., Akt., di sela-sela acara Pelatihan Internasional "Training for Trainers" IFRS dan Penyusunan Kamus Akuntansi Indonesia, yang digelar di Ruang BRI Lt. 3 Program M.Si. dan Doktor Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Senin (17/1).
Indra Bastian menambahkan sampai saat ini memang belum ada kamus akuntansi Indonesia. Padahal, konvergensi terhadap Internasional Financial Reporting Standards (IFRS) membawa dampak yang luas terhadap pengembangan akuntansi di Indonesia, baik secara praktik maupun akademik. Konvergensi ini memengaruhi pakem teori akuntansi di Indonesia, yang berdampak pada perubahan dalam penyusunan laporan keuangan entitas.
Terlebih lagi, dominasi para praktisi yang tergabung dalam Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) membuat adaptasi IFRS hampir tanpa filter. Di sisi lain, kendala perbedaan bahasa dan interpretasinya pada berbagai standar akuntansi juga menjadi urgen dan tantangan tersendiri di Indonesia. "Kendala dan tantangan lain adalah interpretasi serta kendala bahasa dalam mengadopsi IFRS oleh para akuntan yang hampir tanpa filter. Kalau jumlah akuntan di Indonesia, saya rasa sudah mencukupi," tutur dosen Jurusan Akuntansi FEB UGM ini.
Sehubungan dengan hal itu, Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis (P2EB) UGM dan IFRS Centre of Excellence serta PricewaterhouseCoopers mengadakan acara pelatihan internasional ini. Acara yang diikuti oleh sekitar 100 pengajar akuntansi di berbagai universitas seluruh Indonesia ini diadakan pada 17-22 Januari 2011.
Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang tepat dan mendalam tentang IFRS. Selain itu, peserta akan dilibatkan untuk menjadi kontributor penyusunan draf Kamus Akuntansi Indonesia. "Draf Kamus Akuntansi Indonesia akan dijadikan pedoman dalam menginterpretasikan bahasa akuntansi," imbuhnya.
Selain dilibatkan dalam penyusunan Kamus Akuntansi Indonesia, para peserta akan mendapatkan berbagai materi, seperti akuntansi keuangan menengah, akuntansi keuangan lanjutan, dan teori akuntansi. Mereka juga akan memperoleh bebeberapa sertifikat sekaligus, baik dari P2EB UGM, IAI DIY, IFRS Centre of Excellence maupun PricewaterhouseCoopers.
Pembicara yang dihadirkan dalam pelatihan ini, antara lain, Prof. Dr. Slamet Sugiri, M.B.A. (Ketua Jurusan Akuntansi FEB UGM), Prof. Dr. Suwardjono, M.Sc. (Guru Besar Teori Akuntansi), Dr. Setiyono Miharjo, M.B.A. (Anggota Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI), Djohan Pinnarwan, S.E., BAP (partner PwC), dan Dudi Kurniawan, S.E., Ak., M.B.A. (Anggota Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI).
Sumber: Satria AN
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 2767
P2EB UGM dan BPD DIY Kucurkan Dana Untuk Korban Merapi Penelitian dan Pelatihan Fakultas Ekonomika dan Bisnis (P2EB) Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM bersama BPD Syariah DIY meluncurkan program Pemberdayaan Ekonomi Korban Bencana Merapi. Sebanyak 6 (enam) koperasi syariah/ Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) seputar Merapi menandatangani program ini di dusun Candi, Bangunkerto, Turi, Sleman, Sabtu (8/1).
Acara penandatanganan disaksikan Bupati Sleman Drs. H. Sri Purnomo, Rektor UGM Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D, Direktur P2EB UGM Dr. Anggito Abimanyu, M.Sc, Pemimpin Bank Indonesia Yogyakarta Dewi Setyowati, Direktur Utama BPD DIY Dr. Supriyatno dan Komisaris Bank DIY Prof. Ainun Na'im, Ph.D. Adapun BMT-BMT penerima pembiayaan dari Bank BPD DIY Syariah, Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Sejahtera, Candi Bangunkerto, Turi, BMT Surya Amanah di jalan Kaliurang Km 7, Gang Sengkan, Condongcatur, Depok Sleman, BMT Agawe Makmur Merapi Murangan, Triharjo, Sleman, BMT Mitra Usaha Ummat di Jankan, Widodomartani, Ngemplak, Sleman, BMT Bina Sejahtera di jalan Turi Km 1, blunyah, Trimulyo Sleman dan BMT Surya Harapan Umat di Jetis, Argomulyo, Cangkringan Sleman.
"Terima kasih atas kepercayaan dan kerjasama UGM-BPD ini. Pasca erupsi Merapi sebagai bank komersial, BPD pun melakukan pengabdian untuk masyarakat guna memperkuat visi dan misi BPD. karena bagaimanapun ukuran kinerja tidak selalu pertumbuhan, namun yang pasti melahirkan komitmen membangun ekonomi masyarakat secara nyata," papar Supriyatno dalam sambutannya.
Koperasi syariah/ BMT ini, kata Supriyatno, bertindak sebagai lembaga linkage yang menyalurkan kembali pembiayaan kepada kelompok petani/ kelompok peternak dan kelompok pengusaha atau petani/ peternak yang termasuk dalam katagori usaha mikro dan kecil. Pembiayaan ini diprioritaskan bagi para anggota Kopeasi Syariah/ BMT yang anggotanya sebagian besar mengalami dampak atas erupsi Merapi, baik sebagai korban, rusak tempat tinggal, rusak lahan salak, matinya hewan ternak hingga rusaknya infrastruktur/ alat produksi.
"Penyaluran non program semacam ini tentu dapat menjadi model yang dapat dikembangkan. Sehingga sebagai bank komersial bukan saja menarik nasabah yang banyak, namun juga bermanfaat bagi masyarakat dalam program yang nyata," katanya.
Rektor UGM menyambut baik penyaluran dana senilai 1,5 miliar rupiah bagi korban erupsi Merapi. Meski berfokus pada pendidikan, UGM turut berperan agar bermanfaat bagi masyarakat. "Sebagai bagian dari bangsa yang besar kita ingin menolong yang terdekat. Karena UGM sendiri berada di Sleman," ujar Rektor.
Peluncuran program pemberdayaan ekonomi korban pasca erupsi Merapi, kata Rektor, sebagai refleki sekaligus silaturahmi guna memperkuat program-program instansi perbankan, UGM dan masyarakat. Karena alam memiliki perangai, kelompok tanaman salak memiliki perangai dan kelompok ternak juga memiliki perangai.
"Pohon-pohon juga memiliki perangai. Karena itu kita ingin mempelajari sekaligus memperkuat secara finansial. Ini merupakan kontribusi terhadap kemakmuran, dan BI, BPD DIY dan UGM ingin menjalin hubungan lebih dekat lagi terutama di Sleman," pungkasnya.
Sumber: Agung
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 11606
Pengambilan keputusan merupakan suatu proses mengombinasikan pendekatan yang rasional dan judgmental, yang prosesnya tidak dapat diformulasikan secara lengkap. Dalam proses ini, pengambil keputusan akan selalu menghadapi risiko yang berpengaruh pada proses judgment itu sendiri. Pemahaman terhadap proses pengambilan keputusan pada masalah yang kompleks sangatlah penting agar dapat mengambil keputusan dengan baik dan menghadapi risiko dengan bijak. “Praktik pengambilan keputusan selama ini menunjukkan kompleksitas masalah dan keterbatasan kemampuan rasional manusia, maka orang akan melakukan pengambilan keputusan secara rasional dan juga dalam berbagai situasi, mengambil keputusan dengan proses heuristik,” kata Prof. Ainun Na’im, M.B.A., Ph.D. dalam pidato pengukuhan jabatan guru besar pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Rabu (29/12), di Balai Senat. Dalam pidato yang disampaikan di depan rapat terbuka Majelis Guru Besar tersebut, Ainun menyampaikan pidato berjudul Pengambilan Keputusan, Pertimbangan, dan Bias.
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 6615
Wujud ketidaksuksesan desentralisasi dan otonomi daerah telah menunjuk pada ketidakpastian aturan main (rules of the game). Hal ini akhirnya berdampak pada biaya ekonomi tinggi (high cost economy) untuk penyediaan layanan publik dan pembangunan ekonomi daerah.
Sejumlah studi di negara maju dan berkembang menunjukkan berlakunya undang-undang desentralisasi dan otonomi daerah telah mendorong pelaksanaan akuntabilitas secara horizontal. Meski begitu, kondisi ini juga membuka peluang terjadinya saluran (channels) baru bagi praktik penyalahgunaan kekuasaan, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, politik uang (money politic), lobi-lobi (lobbying), suap (bribery) atau gratifikasi. "Selain itu, salah satu risiko pemberlakuan dari sistem ini memungkinkan terjadinya kontrol penuh oleh elit daerah," kata Prof. Wihana Kirana Jaya, M.Soc,Sc., Ph.D., di Balai Senat, Kamis (23/12), saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM.
Beberapa peneliti berpendapat bahwa ketidaksuksesan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah disebabkan desain kelembagaan (institutions design) yang dibangun tidak efisien. Inefisiensi kelembagaan ini disinyalir menjadi penyebab mendasar terjadinya stagnasi ekonomi di beberapa negara berkembang dan negara industri masa lalu.
"Runtuhnya ekonomi Uni Sovyet, Asia Tengah, dan Eropa, Timur Tengah, Amerika Latin serta Kepulauan Karibia menjadi bukti hal ini," tutur Wakil Dekan Bidang Mahasiswa, Alumni, Kerja Sama, dan Pengembangan Usaha FEB UGM ini.
Lantas bagaimana dengan Indonesia? Menurut Wihana, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang dimulai tahun 1974 hingga 2010 menjadi fenomena laboratorium penelitian ekonomi kelembagaan yang sangat dinamis, menarik, dan menantang untuk diteliti. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah tidak hanya telah mengubah aturan main yang sangat drastis (big bang changes), tetapi juga mengubah organisasi, perilaku pelaku, dan sumber daya manusia.
Dikatakan Wihana, perubahan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah berupa perubahan pemerintahan yang dahulunya pemerintahan sangat otoriter menjadi sangat demokratik. Bentuk pemerintah yang dahulu sangat sentralistik berubah menuju desentralistik. "Namun sayang, aturan-aturan ini belum diikuti perubahan tata kelola (governance) yang baik," katanya.
Sebelas tahun terakhir, penyelenggaraan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia telah menghasilkan sisi positif dan negatif. Di samping meningkatkan transparansi informasi, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah telah memunculkan peluang dominasi kontrol oleh elit lokal, yang pada akhirnya menghasilkan informasi yang tidak utuh (asymmetric information). "Pada gilirannya, ini pun berdampak pada inefisiensi kelembagaan (institution inefficiency)," lanjutnya.
Suami dr. Usi Sukorini, M.Kes., Sp.PK(K) ini menilai lemahnya pengawasan dan penegakan kelembagaan (lack of enforcement) menjadi hal yang krusial dalam hubungan pelaku desentralisasi dan otonomi daerah. Perubahan kelembagaan desentralisasi dan otonomi daerah telah mengakibatkan ketidakjelasan siapa yang menjadi pemberi kewenangan (principal) dan siapa yang diberi kewenangan atau yang mewakili (agent). "Karena sering kali terjadi ketidakharmonisan kelembagaan, serta menciptakan kemacetan (bottleneck) bagi terselenggaranya tata kelola yang baik," pungkas ayah Arya Pradipta, Damas Nawanda, dan Dea Karina ini.
Sumber: Agung
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 22942
Pelatihan Menulis Itu Mudah Banyak faktor berpengaruh terhadap rendahnya minat menulis di kalangan para akademisi. Selain adanya budaya lisan bukan tulisan, faktor lain yang berpengaruh adalah tidak adanya insentif dari universitas/ fakultas. Juga rendahnya minat para penelitian yang dilakukan para akademisi sehingga berpengaruh pada publikasi hasil penelitian.
"Rupa-rupanya perlu extra effort karena kontra prestasi tidak secepat dibanding mengajar. Namun faktor yang paling esensial terkadang para akademisi tidak tahun bagaimana caranya menulis artikel, buku dan karya ilmiah," ungkap Prof. Mudrajad Kuncoro, Ph.D pada Workshop "Scientific Writing in Economics and Business "Menulis Itu Mudah" di Hotel Phoenix Yogyakarta, Sabtu (11/12).
Kata Mudrajad untuk bisa mahir menulis maka yang terpenting adalah menumbuhkan motivasi untuk menulis. Dalam hal ini tentu saja dibutuhkan pemahaman akan teknik-teknik menulis. Karena seorang Maradona pun masih butuh belajar bagaimana teknik menendang bola yang efektif, dan Arswendo Atmowiloto berpandangan bahwa mengarang cerpen atau karya fiksi adalah mudah. "Sementara saya sendiri cenderung mengatakan menulis itu gampang-gampang sulit," katanya.
Editor in Chief, Journal of Indonesiaan Economy & Business ini mengakui bahwa bagi penulis pemula menulis merupakan hal yang sulit. Meski begitu menjadi penulis tidak harus memiliki bakat, karena berbagai kesulitan dapat diatasi dengan belajar dan membangun kebiasaan. Ibarat orang merokok, jika setiap hari menghabiskan satu batang rokok maka dapat dipastikan dalam tempo satu bulan seseorang sudah menjadi perokok. "Saya memilih langsung mencebur diri ke kolam, jadi tulis dulu apa yang diketahui baru kemudian bagaimana teori menulis yang baik. Sehingga bakat hanya syarat, tapi belum mencukupi untuk dapat menulis," ujarnya.
Menurut Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi UGM aktivitas menulis membuka dan menjanjikan kehidupan ekonomi yang lebih baik. Ia mencontohkan penulis novel Harry Potter, J.K. Rawling. Dengan karya Harry Potter and The Goblet of Fire, J.K. Rawling mendapat penghasilan US$ 2,97 juta, atau sekitar 29,7 milyar rupiah. "Padahal J.K. Rawling sendiri telah menulis 7 novel Harry Potter lainnya," tuturnya.
Oleh karena itu untuk bisa menjadi penulis best seller dibutuhkan komitmen. Agar ketrampilan, kualitas dan produktivitas terus meningkat maka para penulis perlu menyediakan waktu khusus untuk menulis. Disamping itu, ia harus disiplin dalam mengelola waktu. "Menghargai waktu dan tidak suka menunda-nunda pekerjaan sangatlah diharapkan. Karenanya para penulis harus mampu mengenali aktivitas harian dan prioritas. Sesungguhnya di perjalanan sekalipun harus bisa dipergunakan untuk menulis," tegas penulis 30 buku ilmiah ini.
Wakil Dekan Bidang Akademik, penelitian dan pengabdian pada masyarakat FEB UGM, B.M. Purwanto, MBA., Ph.D menyambut baik penyelenggaraan workshop yang digelar Jurnal of Indonesian Economy and Business FEB UGM ini. Bahwa workshop ini menjadi kegiatan positif menumbuhkan nilai-nilai dasar seperti kejujuran dan berbagi untuk sesama. "Dua nilai ini sangat mendasari kalangan akademisi saat melakukan penelitian, bahwa melalui proses dan akurasi tinggi penelitian tersebut akhirnya bisa dinikmati oleh publik," papar B.M. Purwanto.
Sumber: www.ugm.ac.id
- Detail
- Ditulis oleh FEB UGM
- Kategori: Berita
- Dilihat: 302150
Dampak dari erupsi Gunung Merapi selain mengakibatkan timbulnya korban jiwa juga menyebabkan kegiatan perekonomian warga menjadi terganggu bahkan terhenti. Selain ternak mati, rumah hancur, tidak sedikit masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian seperti bertani, berdagang, dll. Dengan kondisi itulah, maka Penelitian dan Pelatihan Fakultas Ekonomika dan Bisnis (P2EB) Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM bersama BPD Syariah DIY meluncurkan program Pemberdayaan Ekonomi Korban Bencana Merapi.
Direktur P2EB Dr Anggito Abimanyu, M.Sc mengatakan program ini bertujuan untuk membantu pemulihan (recovery) aktivitas dan perekonomian masyarakat yang menjadi korban letusan Gunung Merapi. Program ini berupa penyediaan skema pembiayaan dan pendampingan bagi masyarakat yang menjadi korban.
“Ini sebagai bentuk nyata untuk merespon kebutuhan masyarakat yang menjadi korban erupsi Merapi,” papar Anggito sebelum dilaksanakannya MOU dengan BPD Syariah, Jumat (10/12) di FEB UGM.
Ia menjelaskan melalui skema ini masyarakat korban erupsi Merapi akan mendapat manfaat diantaranya penjaminan kepada para nasabah BPD Syariah korban erupsi Merapi. Penjaminan akan diberikan kepada sekitar 100 nasabah kredit BPD. Selain itu, subsidi bunga kredit, dana penjaminan dengan subsidi bunga kredit berasal dari donasi.
“Tentu untuk ini pendampingan kegiatan usaha produktif nasabah BPD Syariah akan dilakukan,” urainya.
Besarnya donasi yang telah terkumpul dan akan segera disalurkan imbuh Anggito saat ini mencapai Rp 2 milyar.
Di tempat yang sama Direktur Pemasaran BPD DIY Bambang Setyo Pranoto mengatakan jumlah kerugian seperti kredit bermasalah/macet yang dialami nasabah BPD Syariah akibat erupsi Merapi mencapai Rp 4 milyar. Sedangkan untuk total BPD DIY mencapai Rp 18 milyar. Bambang menjelaskan nantinya penyaluran bantuan pembiayaan ini akan melalui BMT maupun koperasi.
“Kalau langsung ke masyarakatnya akan sulit. Melalui BMT atau koperasi akan lebih cepat dan tepat karena mereka lah yang tahu persis kondisi anggotanya,” kata Bambang.
Dalam pandangannya, kondisi nasabah BPD Syariah yang menjadi korban erupsi Merapi ada yang kemampuan mengangsur kreditnya minim, ada pula yang memang sudah tidak mampu lagi namun memiliki kemauan untuk bangkit kembali. Maka diharapkan dengan skema bantuan pembiayaan ini sedikit demi sedikit bisa membangkitkan kembali perekonomian mereka.
“Untuk bunga sangat ringan sekitar 6% per tahun. Jauh dibandingkan dengan bunga konvensional yang bisa mencapai 12% per tahun,” katanya.
Bambang menambahkan nasabah BPD Syariah yang menjadi korban erupsi Merapi antara lain banyak bekerja di sektor ternak kambing, bebek, usaha salak pondoh, dagang bahkan usaha arang kayu. Setidaknya saat ini sudah ada 6 BMT yang siap diajak bermitra dan segera menyalurkan bantuan itu.
“Kalau 6 BMT artinya dana yang dikelola masing-masing berkisar Rp 300 juta. Sisanya masih bisa dikembangkan melalui koperasi juga,” imbuh Bambang.
Baik Anggito maupun Bambang dalam kesempatan itu juga berharap agar kedepan langkah ini bisa diteruskan. Dengan demikian, masyarakat korban erupsi Merapi akan segera bangkit kembali roda perekonomiannya seperti sedia kala.
Sumber : www.ugm.ac.id
Halaman 206 dari 221